Oleh: Ari Sampit/wongtani | 4 Mei 2010

Nasib Petani

Indonesia telah mengalami kemajuan yang berarti di sektor pertanian. Prestasi terbaik di sektor ini adalah tercapainya swasembada beras pada tahun 2008 dan 2009.

Selain komoditas beras, Indonesia juga mampu melakukan perbaikan untuk komoditas kedelai dan jagung dengan berkurangnya ketergantungan impor atas kedua komoditas tersebut. Bahkan untuk jagung, Indonesia telah mencanangkan tercapainya swasembada dalam beberapa tahun mendatang.

Prestasi bagus di sektor pertanian ini tentunya tak terlepas dari peran serta petani. Tanpa adanya kemauan dan kerja keras dari kalangan petani, tidak mungkin Indonesia bisa mencapai swasembada beras dan mengurangi ketergantungan impor terhadap kedelai dan jagung.

Jika dikaitkan dengan peningkatan prestasi di sektor pertanian, seharusnya hal itu berbanding lurus dengan apa yang diterima petani. Artinya, kehidupan petani seharusnya menjadi lebih baik.

Sayangnya, hal itu belum menjadi kenyataan. Kehidupan petani di negeri ini masih belum mengalami peningkatan kesejahteraan yang cukup berarti.

Pendapatan riil petani di negeri ini tidak juga meningkat meski produksi pangan terus meningkat. Padahal, setiap tahun, 25 juta rumah tangga petani memproduksi pangan, meliputi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar, yang nilainya Rp258,2 triliun.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, nilai tukar petani terus merosot. Pada tahun 1976, nilai tukar petani 113, pada 1979 dan 1989 bahkan mencapai angka tertinggi, yakni 117. Namun, pada 1993 merosot menjadi 95 dan tahun 2009 nilai tukar petani bulanan tertinggi hanya 101.

Penguasaan lahan petani juga makin sempit. Jumlah petani yang berubah status menjadi buruh tani pun makin banyak karena tidak lagi memiliki lahan sendiri.

Kondisi serupa juga terjadi pada petani gurem atau dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektare. Pada sensus pertanian tahun 1993, jumlah petani kelompok ini mencapai 10,69 juta rumah tangga petani. Namun, setahun kemudian, jumlahnya naik 2,6 juta rumah tangga petani menjadi 13,29 juta rumah tangga petani.

Memburuknya nasib petani tentu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Apalagi, hal ini terkait dengan program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan di negeri ini.

Untuk meningkatkan taraf hidup petani, pemerintah perlu memberikan insentif dan kemudahan-kemudahan yang dapat mendorong petani untuk bisa terus mengembangkan kegiatan bertaninya sekaligus meningkatkan taraf hidupnya.

Salah satu hal yang perlu dilakukan pemerintah adalah dengan memberikan akses terhadap lahan kepada petani melalui implementasi reforma agraria.

Untuk memberikan jaminan lahan sebagai sumber kesejahteraan petani, tentunya diperlukan dukungan keuangan, teknologi, dan pendampingan agar petani tahu bagaimana memanfaatkan tanah untuk kesejahteraan mereka sehingga tidak berpindah ke pemilik modal.

Copas dari : Agroindonesia


Tinggalkan komentar

Kategori