Oleh: Ari Sampit/wongtani | 5 September 2010

Catatan petaniku

Hari kian tak menentu, semakin tak bisa tepat diartikan menurut kearifan alam dan kedekatan para petani menyikapi perubahan setiap tahunnya.  Iklim terasa juga pergeserannya oleh petani di kotaku, dan betapa sangat membuat miris ternyata perubahan itu tak lagi mereka bisa artikan, semestinya di musim tanam April – September air masih cukup dan cenderung kering dan masih bisa tertawa dengan hasil panen yang tak sebanyak dimusim penghujan.  Namun apa yang terjadi ternyata air begitu melimpah di bulan juni, juli dan agustus, hujan dan air pasang berbarengan datang yang akhirnya ratusan hektar sawah di daerah selatan sampit terendam dan tak bisa bangkit kembali pertanamannya alias dipastikan puso.  Poosisi seperti ini sudah pasti menimbulkan kerugian yang banyak bagi petani padi yang notabene masih bertumpu pada hasil panen yang juga kurang maksimal karena permodalan mereka yang terbatas, namun semangat mereka patut menjadi pemicu aku bahwa tak kan pernah surut langkah untuk tetap bergelut lumpur harapan.

Perubahan ini memang sudah membuat pergeseran musim tanam sejak lama,  saat aku masih berkutat disawah tahun 2001  mulai tanam masih dibulan nopember, namun sejak tahun 2006 bergeser di bulan desember dan 2007-2008 sudah bergeser mulai tanam awal bulan januari untuk musim tanam oktober – maret.  Bila bergeser terus apalagi tidak menentu wah….kasian para petani, lalu siapa penyebab pergeseran ini yah…., dikacamata petani mungkin gak pernah terbayangkan namun pergeseran musim tanam konon juga runut dari perubahan iklim dunia yang sebenarnya dari sumber keserakahan manusia itu sendiri.  Kini di kotakupun sudah terkepung perkebunan sawit, yang sebenarnya tak akan bisa menggantikan pungsi tanaman hutan (kayu), akhirnya air tergelontor begitu saja ke sungai dengan membawa residu yang kurang baik bagi ekosistem, namun demi roda perekonomian atau apalah…semua tetap jalan.  Akhirnya justru banjir terjadi didaerah hulu.

Sisi lain yang terjadi pada petani sayuran, perubahan ini tak menjadi kendala banyak.  Hanya pada daerah rendah saja yang terendam banjir namun kearah tengah dan utara Sampit, roda bisinis mereka tetap berjalan baik dan cenderung lebih baik, hal ini karena harga komoditi sayuran jadi tinggi akibat sebagian petani tak bisa tanam dan pasokan dari jawa mengalami kendala. Hari ini harga terong di petani  tembus rp. 5.500, jagung manis 1 kg rp. 5.500 dan cabe besar hijau rp. 8.000,- Kembang Kol stabil di angka 12.00 sd 13.000 per kg, tomat cenderung minimal di angka 3.000 namun sempat sampai 12.000/kg.   Melihat harga yang demikian tak heran sekali panen mereka langsung beli sepeda motor baru, atau pulang mudik ke jawa dengan pesawat he he he…..! Alhamdulillah…seoarang THL merangkap mantri tani hanya bermodal 1.200.000, tanam terong 2 sachet dengan teknologi nasa, panen ke empat sudah mengantongin 4.500.000 lebih…, dan panennya sampa 10 kali lebih, kebayang untungnya. Namun bagi yang bisa lepas dari tangan tengkulak keuntungannya berlipat apalagi bila ditunjang dengan teknis budidayang baik.

Catatan pertemuan dengan petaniku juga menjadi catatan kecil mereka,  semoga musim masih berpihak pada petani padi dan semakin mapannya petani sayuran yang selalu mencoba tuk bisa mandiri ataupun bermitra yang baik dengan para pedagangnya…dan sedikit namun pasti pengakuan para petani menggunakan produk organik semakin mantap, dalam upaya menyehatkan mereka dan tanamannya.


Tanggapan

  1. Disini juga gitu pak,banyak petani padi sejak tahun 2000 beralih ke tanaman kelapa sawit.kini mungkin lebih 90% lahan desa saya ditanami kelapa sawit.kata mereka, kerjanya 2 minggu sekali,gak rumit seperti padi,bahkan padi cuma bisa panen setahun sekali,itupun kalau hasilnya bagus.

    Suka

  2. Suwun pak Guru…amiinn !

    Suka

  3. semoga berpihak pada petani

    Suka


Tinggalkan komentar

Kategori